Selama hanya memandang pantai dan batu, Natuna akan dan selalu begitu saja.

ondang
6 min readOct 28, 2023

--

Judul diatas diberikan atas dasar model perjalanan wisata di Natuna yang begitu saja alias membosankan.

“Soal daya tarik destinasi, Natuna tidak kalah dengan daerah lain. Namun, kunjungan wisatawan ke Natuna masih rendah karena biaya transportasi yang mahal”, ujar Hardiansyah selaku Kepala Dinas Pariwisata Natuna. Kalimat serupa akan banyak ditemukan karena perjalanan ke Natuna hanya dipandang sebagai proses datang dan pergi. Tidak ada proses mengalami, baik secara lahir maupun batin yang dirasakan oleh orang atau wisatawan yang hadir di Natuna. Bahasan serupa di tahun 2019 juga muncul, “Belum banyak orang yang rela membakar uang demi berwisata ke Natuna.”, menurut Tupa Simanjuntak selaku Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Kepulauan Riau.

Bahasan tentang lesunya atau bisa dikatakan kebingungan mengemas Natuna agar menarik dikunjungi akan selalu berkutat pada: 1) Aksesibilitas, cara menuju dan harga yang dianggap mahal oleh pengunjung dibandingkan destinasi dengan fokus pantai dan laut yang serupa di tempat lain, 2) Poin pertama bila dilanjutkan akan menjadi poin Monoton, ketika penyedia atau penyelenggara pariwisata hanya mampu menyuguhkan hal yang nampak dan serupa di tempat lain. Akan timbul pertanyaan “Untuk apa mengeluarkan uang sebanyak ini hanya untuk mengunjungi tempat yang bisa ditemukan dengan harga lebih murah?”.

Dua poin diatas akan menjawab mengapa program unggulan yang digaungkan Natuna tidak akan pernah mempan menggaet banyaknya orang untuk datang, salah satunya pada Kawasan Geopark Natuna.

Infografik Kawasan Geopark Natuna, oleh Kompas.

Ada sepuluh lokasi yang dipilih antara lain yaitu Tanjung Datuk, Mangrove Semitan, Geopark Jelita Sejuba, Alif Stone, Senubing, Batu Kasah, Pulau Akar, Selat Lampa, dan Teluk Depeh. Dua lokasi berada di area penginapan seperti Geopark Jelita Sejuba yang terdapat hotel Adiwana Jelita Sejuba dan Alif Stone yang terdapat homestay Alif Stone Park. Sisanya kedelapan lokasi adalah area mayoritas batu dan pantai tanpa kehidupan.

Hotel Adiwana Jelita Sejuba dan Homestay Alif Stone Park, kedua lokasi ini terletak pada daerah terdaftar Kawasan Geopark Natuna.

Apa yang ditawarkan dari suguhan kedelapan lokasi lain yang masuk dalam daftar Kawasan Geopark Natuna? Batu, pantai, lalu apa lagi? Poin bahasan diatas tentang monoton akan muncul, terlebih dihadapkan dengan poin aksesibilitas akan timbul pertanyaan kembali, “Untuk apa membakar uang hanya untuk memandang batu dan pantai?”

Ketidakmampuan, kebingungan, dan keraguan melihat apa yang menarik di Natuna akan berakhir pada pilihan-pilihan program unggulan yang dijual, ditawarkan, dan dikemas kepada orang luar yang harapannya tertarik untuk datang. Judul “Selama hanya memandang pantai dan batu, Natuna akan dan selalu begitu saja.” akan muncul kembali di tengah pembahasan mengapa tiket pesawat yang mahal selalu menjadi kambinghitam persoalan.

Lalu, apa yang perlu ditawarkan?

Pariwisata bagaimanapun konsepnya akan selalu bertumpu pada beberapa komponen yaitu Attraction (Daya tarik), Amenity (Fasilitas), Accessibility (Aksesibilitas), dan Ancilliary (Lembaga pelayanan) atau biasa dikenal dengan istilah 4A. Keempat bahasan ini akan disadur dalam tawaran konsep yang kiranya bisa memberikan pandangan lain, sehingga Natuna tidak begitu saja, tidak monoton, dan terlebih tidak membosankan.

(1)

Menemukenali kembali daya tarik Natuna.

Pandangan terhadap Natuna yang hanya berfokus pada destinasi kiranya perlahan perlu untuk ditinggalkan. Natuna bukan hanya batu, pantai, dan laut. Natuna adalah daerah kepulauan yang tersusun dari 154 pulau, dengan 27 pulau (17,53%) berpenghuni dan 127 pulau (82,44%) tidak berpenghuni. Gugusan pulau-pulau tersebut dibagi menjadi 2 yaitu:

  1. Gugusan Pulau Natuna, terdiri atas pulau-pulau di Bunguran, Sedanau, Midai, Pulau Laut, dan Pulau Tiga
  2. Gugusan Pulau Serasan, terdiri atas pulau-pulau di Serasan, Subi Besar dan Subi Kecil.

Sebuah tempat tentu memiliki budaya, dari kebiasaan bangun tidur-hingga tidur kembali. Budaya ini adalah ciri khas yang membedakan satu wilayah dengan wilayah yang lain. Kondisi ini tentu menjawab pertanyaan mengapa pariwisata yang hanya berfokus pada destinasi akan selalu monoton — berbeda dengan pariwisata yang berfokus pada budaya. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini bisa diangkat untuk memulai akar persoalan daya tarik,

“Bagaimana masyarakat Natuna bermukim?”

“Apa yang menarik dari proses mencari ikan nelayan Natuna?”

“Pernikahan seperti apa yang hanya ada di Natuna?”

“Perayaan syukuran apa yang diselenggarakan ketika ada bayi yang lahir oleh masyarakat Natuna?”

Keseharian manusia dari hal yang kerap dianggap remeh seringkali tidak dipandang sebagai sebuah identitas yang mampu dijadikan produk budaya, padahal di lain sisi hal tersebut menarik untuk dirasakan oleh pendatang.

Acara Makan Bedulang yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Pulau Tiga, Natuna pada saat menjamu para tamu yang berkunjung. Makan Bedulang merupakan tata cara penyajian makanan menggunakan Dulang (sejenis nampan) yang disajikan untuk empat orang.

Potret masyarakat dan budayanya yang menjadi ciri khas tentu menjadi nilai tersendiri yang perlu dijadikan fokus dalam pengembangan konsep pariwisata. Penduduk Natuna yang mayoritas merupakan etnis Melayu tentu memiliki karakter, kesenian, ritual, adat istiadat, kerajinan, dan bahkan model permainan tradisional yang berbeda dari tempat lain.

Permainan Gasing Natuna. Permainan rakyat yang turun-temurun dilakukan berawal hanya untuk mengisi waktu luang. Pada mulanya Gasing dimainkan oleh anak-anak yang disebut dengan Gasing Larik atau Gasing Tanah karena dimainkan di tanah. Pada masa kini permainan Gasing di Natuna semakin berkembang dengan adanya Gasing Pangkak Cermin yang dimainkan oleh para lelaki dewasa.

Budaya yang ditemu-kenali kembali sebagai fokus pengembangan pariwisata kiranya menjadi pembeda ketika argumen “Mengapa jauh-jauh ke Natuna hanya untuk melihat batu, pantai, dan laut?”. Eksplorasi, kreatifitas, dan ide-ide segar tentu perlu dikombinasikan dengan berbagai karakter wilayah diatas. Natuna memiliki alam yang indah digabungkan dengan budaya yang menjadi ciri khas.

Tari Kecak di Pura Luhur Uluwatu, Bali. Contoh proses kombinasi antara lokasi dan budaya. Pengunjung dapat merasakan pengalaman berbeda ketika menonton tari kecak dengan pemandangan matahari terbenam.

(2)

Konsep pariwisata Natuna berbasis kepulauan.

Natuna yang tersusun dari banyak pulau baik berpenghuni maupun tidak berpenghuni perlu persebaran akses, fasilitas, dan berbagai komponen pendukung agar perputaran pengunjung tidak berpusat di satu titik lokasi saja. Ranai sebagai lokasi pusat daerah yang terletak juga bandara, kantor pemerintahan, hotel, restoran, dan segala macam komponen pendukung pariwisata perlu dilihat sebagai hal yang baik — dan juga buruk, karena perputaran pariwisata hanya berpusat pada satu titik ketika Natuna dilihat sebagai daerah kepulauan.

Peta Wilayah Kabupaten Natuna. (Kabupaten Natuna dalam Angka, 2023)

Perjalanan ke Selat Lampa yang berada di sisi selatan Pulau Bunguran ditempuh menggunakan perjalanan darat dengan estimasi durasi 60 menit dari Ranai. Itu artinya membutuhkan perjalanan pulang-pergi menuju Selat Lampa selama 2 jam, belum termasuk menyusuri pulau-pulau kecil nan indah di sebaran area Pulau Tiga dan Sedanau. Konsep pariwisata dengan model pembangunan yang berfokus pada Ranai, akhirnya hanya menyisakan perjalanan menuju lokasi lain yang memboroskan waktu, melelahkan, dan hilangnya tegur sapa dengan masyarakat lokal — yang tersebar ke berbagai pulau.

Jarak antara Ranai dengan area Pulau Tiga dan Sedanau. Pengembangan komponen pendukung pariwisata yang hanya berpusat di satu titik, menyebabkan akses menuju lokasi lain menguras banyak waktu dalam perjalanan.

Konsep dan strategi menjawab tantangan pariwisata Natuna dengan bentuk daerah kepulauan ini perlu disiasati dengan menyebarkan komponen pendukung seperti fasilitas, akses, dan lembaga pelayanan penunjang pariwisata yang tidak berpusat pada satu titik — seperti hubungan antara Natuna dengan Ranai. Timbul pertanyaan,

“Apa yang paling mungkin menarik dan mudah dilakukan?”

Konsep live-in dengan tinggal bersama warga lokal adalah strategi terbaik menjawab tantangan Natuna dengan luasan, susunan pulau yang beragam, dan berjarak dipisahkan oleh selat dan laut. Konsep ini juga dirancang untuk mengetahui dan menghargai makna kehidupan masyarakat Natuna yang dilakukan dengan cara tinggal di rumah-rumah penduduk.

Pengalaman yang berbeda, khususnya bagi yang terbiasa tinggal di perkotaan dapat secara langsung merasakan aktivitas yang biasa dilakukan oleh masyarakat pesisir yang biasa berprofesi sebagai nelayan. Memancing, memberi makan ikan di bagan, mengolah ikan dan meramu bumbu menjadi beragam jenis masakan, dan menyantapnya langsung hangat-hangat adalah beragam pilihan kegiatan yang bisa dipadukan sebagai daya tarik di sepanjang pesisir kepulauan yang ada di Natuna.

Konsep tinggal bersama warga ini juga menghindari alih fungsi lahan yang hanya berfokus pada produksi ruang pendukung pariwisata. Banyak contoh objek wisata yang dibangun berawal dari alih fungsi lahan yang di kemudian hari menjadi penyebab masalah yang lain. (Baca: Live in Desa: Minimalisir Alih Fungsi Lahan Produktif Lewat Wisata Berkelanjutan)

Pilihan strategi dengan menyebarkan titik-titik bukan hanya pada satu lokasi kiranya dapat juga menciptakan konsep pariwisata yang berkelanjutan. Pemilik rumah, ibu-ibu pemasak, para nelayan beserta bagan apung, dan yang terpenting adalah interaksi antara masyarakat dengan pendatang sebagai proses transfer pengetahuan.

Bagan apung biasa digunakan nelayan untuk menangkap ikan.

Kedua poin konsep diatas dapat dipadukan untuk memberikan jawaban pertanyaan, “Untuk apa jauh-jauh ke Natuna?” ketika banyak tempat lebih mudah dijangkau dengan harga yang lebih murah. Akhir pembahasan ini hanya menyisakan, “Pilihannya mau berbenah, atau tidak?”

--

--

ondang
ondang

Written by ondang

“sedang aku mengembara serupa ahasveros. dikutuk-sumpahi eros.” (tak sepadan, 1943)

No responses yet